Saturday, May 7, 2011

PEMBAHARUAN SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan sebuah negeri muslim unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahirnya Islam (mekkah). Meskipun Islam baru masuk ke Indonesia pada abad VII, dunia international mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.
Lembaga Pendidikan Agama Islam pertama didirikan di Indonesia adalah dalam bentuk pesantren (Sarijo, 1980; Dhofier, 1982). Dengan karekternya yang khas “religius oriented”, pesantren telah mampu meletakan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang ajaran Islam tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan mempertahankan Islam.
Masuknya model pendidikan sekolah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam)bdan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu sekuler Kristen). Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut telah mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad dua puluh. Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan ini dengan cepat menyebar tidak hanya di plosok pulau Jawa tetapi juga di luar pulau Jawa. Dari situlah embiro madrasah lahir.

BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHARUAN SISTEM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.     Pengertian Sistem Pendidikan Islam
1.      Definisi Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang artinya: suatu keseluruhan yang tersesun dari banyak bagian (whole compounded of several parts). Di antara bagian-bagoan itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakn Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/ keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/ keseluruhan yang kompleks”. Sedangkan Campbel menyatakan bahwa sistem itu merupakan komponen atau bagian yang salaing berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun sistem Pendidikan Nasional adalah suatu keselurruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuahan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa dan negara.
2.      Definisi Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
3.      Definisi Pendidikan dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, istilah pendidikan diyakini berasal dari bahsa Arab yaitu tarbiyah yang berbeda dengan kata ta’lim yang berarti pengajaran atau teaching dalam bahasa Inggris. Kedua istilah (tarbiyah dan ta’lim) berbeda pula dengan istilah ta’dzib yang berarti pembentukan tindakan atau tatakrama yang sasarannya manusia. Walaupun belum ada kesepakatan di antara para ahli, dalam kajian ini yang diamaksud pendidikan Islam adalah al-tarbiyah, istilah bahasa Arab yang menurut penulis dapat meliputi kedua istilah di atas. Hal yang sama dikemukakan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inhern dalam konotasi Islam istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dzib yang harus dipahami secara bersama-sama.[1]
Dari pemaparan  di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negeri sesuai dengan ajaran Islam. Rumusan ini sesuai dengan pendapat Endang  Saefudin Anshari yang dikutip Azra bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan fisik dan psikis siswa dengan bahan-bahan materi tertentu dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu sesuai dengan ajaran Islam.
B.      Komponen Sistem Pendidikan Islam
Dari beberapa sumber yang dipelajari, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 (enam) komponen pendidikan yang digunakan dalam acuan penelitian ini yaitu:
1.      Komponen tujuan
Tujuan pendidikan berfungsi sebagi arah yang ingin dituju dalam aktifitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu diukur apakah dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek pendidikan, baik di lingkunagn keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidika agar dapat dicapai oleh  siswa. Menurut Langeveld yang dikutip Noeng Muhadjir terdapat beberapa tujuan pendidikan yaitu:
a.       Tujuan Umum,
b.      Tujuan Tak Sempurna,
c.       Tujuan Sementara,
d.      Tujuan Perantara,
e.       Tujuan Insidental,
Di Indonesia tujuan pendidikan terdiri dari 5 (tingkatan) yaitu Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan Institusional, Tujuan Pendidikan Kurikuler, Tujuan Pembelajaran Umum, dan Tujuan Pembelajaran Khusus.
Tujuan Pendidikan Nasional adalah tujuan pendidikan yang menjadi acuan tertinggi di negara Indonesi apapun bentuk dan tingkatan pendidikannya. Tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam undang-undang Sistem  Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi waarga negara yang demokratis seta bertanggung jawab.
Dalam presfektif Islam sebagimana yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Faisal, tujuan Pendidikan Islam pada hakikatnya sama dengan tujan di turunkannya agama Islam yaitu untuk membentuk manusia yang bertakwa (muttaqin). Selanjutnya Faisal merinci manusia yang bertakwa itu adalah yang :
a.       Dapat melaksanakan ibadah mahdhoh dan goir mahdhoh,
b.      Membentuk warga negara yang bertanggung jawab kepada masyarakatnya, bangsanya dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah,
c.       Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan terampil untuk memasuki teknostruktur masyarakatnya,
d.      Mengembangkan tenaga ahli di bidang ilmu agama Islam.
2.      Komponen Siswa
Siswa atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pendidikan tradisional, siswa dipandang sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewa. Kini makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi maka komunikasi antar manusia berkembang amat cepat. Siswa di samping sebagai objek pendidikan, ia juga sebagai subjek pendidikan, karena sumber belajar bukan hanya guru, tetapi siswa juga dapat menjadi sumber belajar terutama dalam pembelajaran aktif. Sebagai salah satu input di lembaga pendidikan juga sebagai komponen yang turut menentukan keberhasilan sistem pendidikan.
3.      Komponen Pendidik
Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sebagai pendidik dan memenuhi beberapa kompetensi sebagi pendidik.
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. Sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan pada usia dini meliputi: Kompetensi Paedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Propesional, Kompetensi Sosial.
4.      Komponen Materi/ Isi Pendidikan
Materi/ isi pendidikan adalah segala sesuatu pesan yang disampaikan oelh pendidikkepada siswa dalam rangkamencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah dan di masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan beban atau materi pendidikan, yaitu:
a.       Materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan,
b.      Materi harus sesuai dengan kebutuhan siswa
5.      Komponen Lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah suatu ruang dan waktu yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Siswa dengan berbagai potensinya akan berkemabang maksimal jika berada dalam suatu lingkungan yang kondusif. Sesuai dengan pendapat A. Noerhadi Djamal bahwa lingkungan bepengaruh besar dan menentukan terhadap kelangsungan berkembangnya potensi diri siswa.
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi Lingkungan Fisik, Lingkungan Teknis dan Lingkungan Sosiokultural. Dalam hal-hal dimana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidiakn, maka lingkunagn itu juga menjadi pembatas pendidikan. Indikator lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut: interaksi pelaku, iklim organisasi dan hubungan antara madrasah dan masyarakat.
6.      Komponen Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan materi pendidikan, oleh pendidik kepad siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi dapat berlangsung secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk emncapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah metode dapat disebut bai diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.
Dalam prakteknya paling tidak ada 2 (dua) macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran.
Alat pendidikan dalam arti perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan efektif. Dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Stadar Nasional Pendidikan (SNP) ditentukan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar linnya, bahan habis pakai serat pelengkapan lain yang diperlukan, seperti perpustakaan dan laboratorium untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
C.      Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relative lebih mudah disbanding pesantren. Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah Manba’ul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909. Madrasah berdiri tas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan system pendidikan Islam yang telah ada. Pembaharuan tersebut, meurut Karl Sternbrink (1986), meliputi tiga hal, yaitu:

1.      Usaha menyempurnakan system pendidikan pesantren,
2.      Penyesuaian dengan system pendidikan Barat, dan
3.      Upaya menjembatani antara sitem pendidikan tradisional pesantren dan system pendidikan Barat.[2]
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam system pendidikan nasional. Munculnya SKB 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri Pedndidikan dan Kebudayaan, dan Menteri dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Di samping itu,munculnya SKB 3 Menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif bagi peningkatan mutu madrasah baik dari status, nilai ijazah maupun kurikulumnya. Di dalam salah satu keputusan pertimbangan SKB tersebut disebutkan perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar lulusan dari madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.[3]
Sedangkan pesantren menurut Mukti Ali merasakan perlunya pembaharuan system pendidikan dan pengajaran pesantren dalam rangka merealisir tujuan pendidikan nasional. Adapun pembaharuan di pesantren bisa diupayakan melalui dua pola yaitu pola vertical dan pola horizontal. Secara vertical pesantren selayaknya berusaha untuk semakin mengembangkan fungsinya sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang memberikan pembinaan secara lebih khusus terhadap moralitas dan spiritual santri. Sedangkan pembaharuan yang bersifat horizontal.[4] Pembaharuan ini meliputi:
1.      System Pendidikan
Pembaharuan ini meliputi: jenis, jenjang, dan sumber daya pendidikan. Pembaharuan jenis pendidikan adalah dengan memasukkan jenis pendidikan lain di samping pendidikan agama seperti pendidikan akademik dan pendidikan kejuruan (keterampilan). Jenis pendidikan akademik dimaksudkan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di luar dunia pesantren, sehingga diperlukan sebuah pendekatan yang bersifat religious-doktriner dalam menyampaikan misi pesantren. Sedangkan pembaharuan di pendidikan kejuruan adalah untuk menciptakan relevansi antara dunia pendidikan pesantren dengan kebutuhan masyarakat. Adapun pembaharuan jenjang pendidikan tingkat tinggi. Pengembangan ini juga erat kaitannya dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di luar pesantren, sebagian pesantren sejak lama mengadakan pembaharuan ini. Sedangkan sumber daya manusia adalah pengembangan pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan, baik manusia, sarana, maupun prasarana. Pembaharuan ini erat kaitannya dengan kelangsungan hidup pesantren di masa depan.
2.       Sistem Managemen Pesantren.
Menurut Prof. H.A.R Tilaar, dalam Manajemen Pendidikan Nasional, ada tiga factor dalam system manajemen yaitu manajemen sebagai factor upaya,organisasi sebagai factor sarana, dan administrasi sebagai factor karsa. Ketiga factor ini dapat memberikan arahan dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam upaya mencapai suatu tujuan, kebutuhan pesantren akan kebutuhan manajemen yang mendukung dapat dikatakan cukup mendesak, terutama bagi pesantren-pesantren yang besar dan memiliki jenis dan jenjang pendidikan yang beragam dengan jumlah santri yang besar pula.[5]

No comments:

Post a Comment