BAB I
PENDAHULUAN
Membicarakan soal perkawinan selalu menarik, karena dalam lembaga yang unik ini penjumlahan dalam matematik tidaklah berlaku: satu tambah satu sama dengan dua. Dalam lembaga ini mungkin saja satu tambah satu sama dengan tiga, lima, tujuh, sepuluh atau kalau dikaitkan dengan program keluarga brencana terutama bagi pegawai negeri, satu tambah satu tidak mungkin lebih dari empat atau sebanyak-banyaknya lima hitungannya.
Berbagai pendapat telah dikemukakan orang tentang arti perkawinan. Sudah diberikan pula rumusannya dalam versi yang berbeda-beda. Perbedaan dalam rumusan itu disebabkan karena perkawinan sebagai suatu lembaga mempunyai banyak segi dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, misalnya dari sudut agama, hukum masyarakat dan sebagainya. Jika dipandang dari segi ajaran agama dan hukum Islam perkawinan adalah suatu lembaga yang suci.
Bahwa perkawinan merupakan lembaga yang suci dapat dibuktikan tata cara melangsungkannya, tata hubungan suami isteri, cara melakukan dan meyelesaikan perceraian yang pokok-pokok pengaturannya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. “Berbaktilah kamu kepada Allah yang atas (dengan) nama-Nya kamu saling meminta untuk menjadi pasangan hidup”, demikian firman Tuhan dalam QS. An-Nisa :1. “Takutlah kamu kepada Allah mengenai urusan wanita, karena kamu telah mengambil mereka (dari orang tuanya) dengan amanat Allah”, demikianlah pesan Nabi Muhammad 82 hari sebelum beliau berpulang ke rahmatullah
Pokok-pokok pengaturan hidup dan kehidupan keluarga muslim dengan jelas tercantum dalam al-Qur’an. Menurut perhitungan Abdul Wahab Khallaf, yang disebut oleh Said Ramadan dalam bukunya Islamic Law, dari 228 ayat hukum yang mengatursoal kemasyarakatan ummat Islam, tujuh puluh diantaranya adalah ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan keluarga.
Dengan demikian, ia merupakan tiga puluh persen dari ayat-ayat hukum mengenai mu’amalah. Banyaknya ayat hukum yang mengatur soal keluarga, termasuk perkawinan, di dalamnya mengandung makna bahwa keluarga, khhususnya perkawinan sangat penting menurut ajaran Islam.[1]
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas tentang Pernikahan Beda Agama dan Pernikahan Mut’ah yang akan dibahas pada halaman berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PERNIKAHAN BEDA AGAMA DAN PERNIKAHAN MUT’AH
A. Pengertian Pernikahan (Perkawinan)
Secara etimologi, pernikahan berarti “persetubuhan”. Adapula yang mengartikannya ”perjanjian” (al-Aqdu). Sedangkan secara terminology pernikahan menurut Abu Hanifah adalah : “Aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang wanita, yang dilakukan dengan sengaja”. Pengukuhan disini maksudnya adalah sesuatu pengukuhan yang sesuai dengan ketetapan pembuat syari’ah bukan sekedar pengukuhan yang dilakukan oleh dua orang yang saling membuat ‘Aqad yang bertujuan hanya sekedar untuk mendapatkan kenikmatan semata.
Menurut Mazhab Maliki, pernikahan adalah: “Aqad yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita”. Dengan aqad tersebut seseorang akan terhindar dari perbuatan haram (zina).
Menurut mazhab Syafi’I pernikahan adalah: “Aqad yang menjamin diperbolehkan persetubuhan”. Sedangkan menurut mazhab Hanbali adalah : “Aqad yang di dalamnya terdapat lafadz pernikahan secara jelas, agar diperbolehkan bercampur”.
Dari keempat definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi inti pokok pernikahan itu adalah ‘aqad yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai wanita dengan calon mempelai pria. Penyerahan dan penerimaan tanggung jawab dalam arti yang luas, telah terjadi pada saat ‘aqad nikah itu, disamping penghalalan bercampur keduanya sebagai suami isteri.[2]
B. Tujuan Perkawinan
Ada empat macam yang menjadi tujuan perkawinan. Keempat tujuan perkawinan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami atau isteri, supaya terhindar dari keretakan dalam rumah tangga yang biasanya berakhir dengan perceraian yang sangat dibenci oleh Allah.
Tujuan perkawinan itu antara lain: Dapat menentramkan jiwa, Dapat mewujudkan Turunan, Dapat memenuhi kebutuhan biologis dan Latihan memikul tanggung jawab. Dari tujuan perkawinan itu perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang-matang, agar kelangsungan hidup berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Setelah dibahas mengenai pengertian perkawinan dan tujuannya, maka selanjutnya akan dibahas tentang perkawinan pria muslim dengan wanita nonmuslim. Wanita nonmuslim terbagi menjadi dua, yaitu wanita yang bukan ahli kitab dan wanita ahli kitab. Dan perkawinan wanita muslimah dengan nonmuslim.
C. Perkawinan Pria Muslim dengan Wanita Bukan Ahli Kitab
Perkawinan pria muslim dengan wanita bukan ahli kitab, terbagi kepada:
1. Perkawinan dengan Wanita Musyrik
Agama Islam tidak memperkenankan pria muslim kawin dengan wanita musyrik. Yang dimaksud musyrik disini adalah orang kafir selain Ahlul Kitab, termasuk Ateis, Animis dan Politeis. Hikmah dilarangnya perkawinan ini, karena antara orang Islam dan orang Musyrik tentang pedoman dan filsafat hidupnya. Itulah sebabnya Allah melarang perkawinan antara orang Islam dengan orang Musyrik.[3] Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
wur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sã 4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ×öyz `ÏiB 7px.Îô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 ….
dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu….(QS. Al-Baqarah:221)
2. Perkawinan dengan Wanita Majusi
Pria muslim juga tidak diperbolehkan mengawini wanita majusi (penyembah api), sebab mereka tidak termasuk ahli kitab. Demikian pendapat Jumhur Ulama, dan yang dimaksud dengan ahli kitab adalah Yahudi dan Nasrani.Sedangkan golongan Zhahiriyah memperbolehkan pria muslim dikawini dengan wanita majusi karena orang-orang majusi dimasukkaan ke dalam kelompok ahli kitab.
Dalam persoalan ini, yang dipandang paling tepat adalah pendapat Jumhur Ulama, yaitu pria muslim tidak dibenarkan kawin dengan wanita majusi, sebab mereka tidak termasuk ahli kitab, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah :
br& (#þqä9qà)s? !$yJ¯RÎ) tAÌRé& Ü=»tGÅ3ø9$# 4n?tã Èû÷ütGxÿͬ!$sÛ `ÏB $uZÎ=ö7s% bÎ)ur $¨Zä. `tã öNÍkÉJy#uÏ úüÎ=Ïÿ»tós9 ÇÊÎÏÈ
(kami turunkan Al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum Kami, dan Sesungguhnya Kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca. (QS. Al-An’am: 156)
3. Perkawinan dengan Wanita Shabi’ah
Shabi’ah adalah golongan dalam agama Nasrani. Shabi’ah dinisbatkan kepada Shab paman Nabi Nuh as. Adapula yang berpendapat dinamakan Shabi’ah, karena berpindah dari satu agama ke agama lain.
Ibnul Hammam mengatakan. Bahwa orang-orang Shabi’ah adalah golongan yang memadukan antara agama Yahudi dan Nasrani. Mereka menyembah bintang-bintang.
Menurut riwayat Umar, bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat mengagungkan hari Sabtu. Sedangkan Mujahid menganggap mereka berada diantara agamaYahudi dan Nasrani.
Imam Syafi’I mengambil jalan tengah, yaitu apabila mereka lebih mendekati keyakinan mereka kepada salah satu agama Yahudi dan Nasrani, maka orang tersebut termasuk golongan agama itu. Bila tidak mendekat kepada kedua agama itu, berarti orang itu bukan ahli kitab.[4]
4. Perkawinan dengan Wanita Penyembah Berhala
Para ulama telah sepakat, bahwa pria muslim tidak boleh kawin dengan wanita penyembah berhala dan penyembah benda-benda lainnya, karena mereka termasuk orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah:
wur (#qä3Å¡ôJè? ÄN|ÁÏèÎ/ ÌÏù#uqs3ø9$
….dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir….(al-Mumtahanah: 10)
Nash di atas cukup jelas dan tegas tentang pengharaman mengawini wanita-wanita penyembah berhala.
D. Perkawinan Pria Muslim dengan Wanita Ahli Kitab
Dalam hal ini al-Qur’an memperbolehkan menikah dengan wanita dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Hal ini menyesuaikan dengan pandangan dan perlakuan khusus al-Qur’an terhadap mereka , disamping karena status mereka sebagai pemeluk agama samawi (wahyu), meskipun telah terjadi penyimpangan dan pengubahan di dalam kitab sucinya. Sebagaimana al-Qur’an memperbolehkan kita mengkonsumsi makanan mereka,ia juga memperbolehkan perbesanan melalui perkawinan antara lelaki muslim dengan perempuan mereka. Allah swt berfirman:
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB wur üÉÏGãB 5b#y÷{r& ….
No comments:
Post a Comment